Senin, 27 Januari 2014

Urban Farming edisi 7

BOKASHI, Pupuk Ramah Lingkungan



Dalam proses budidaya atau tanam menanam, pupuk merupakan suatu komponen yang tidak dapat diabaikan. Pupuk berperan sebagai penyedia nutrisi atau hara tambahan bagi tanaman karena belum tentu media tanam yang digunakan mampu menyediakan kebutuhan hara tanaman. Pada saat revolusi hijau, pupuk kimia menjadi “dewa” penyelamat bagi petani. Hal tersebut terjadi karena efek dari pemberian pupuk kimia dapat terlihat dalam waktu singkat, misalnya pada pertanaman padi yang mengalami kekurangan unsur N kemudian dipupuk dengan ures maka tak berapa lama tanaman padi akan terlihat hijau segar. Selain itu pada saat revolusi hijau digalakkan, peningkatan produksi produk pertanian cukup tinggi sehingga Indonesia pada saat itu mampu berswasembada beras. Dibalik keberhasilan swasembada Indonesia saat itu ternyata mengancam keberlangsungan kemampuan tanah mendukung produktivitas selanjutnya dan dampak buruk lainnya. Penggunaan bahan-bahan kimia dalam proses budidaya terus berlanjut hingga sekarang, yang mengancam keberlangsungan aspek pendukung bidang pertanian (tanah, air) dan kesehatan adalah penggunaan bahan-bahan kimia secara tidak bijak. Umumnya dalam penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida dan pupuk, seringkali petani menggunakannya dalam jumlah berlebih.

Beberapa tahun setelah revolusi hijau, produktivitas produk pertanian kian menurun. Ternyata hal tersebut berkaiatan dengan dampak bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses budidaya, khususnya pupuk kimia, yang mempengaruhi kesehatan tanah. Penggunaan pupuk kimia dalam jumlah berlebih berdampak negatif terhadap kesehatan tanah, yaitu terjadinya salinitas akibat penumpukan garam-garam pupuk, berkurangnya mikrooranisme menguntungkan dalam tanah, terjadinya pemadatan tanah dan lain sebagainya. Pertanian saat ini mulai dituntut untuk bersifat lestari dan ramah lingkungan dan dengan adanya kerusakan akibat perilaku tidak baik yang berlanjut maka diperlukan suatu upaya untuk mengatasinya. Bokashi atau pupuk kandang fermentasi hadir sebagai solusi kerusakan tanah, meskipun kandungan unsur hara dalam bokashi tidak seakurat dalam pupuk kimia dan bersifat “slow realease”. Bokashi merupakan pengembangan dari pupuk kandang yang telah lama dikenal masyarakat. Bokashi yang termasuk dalam bahan organik, dalam aplikasinya dicampurkan dengan tanah akan memberi dampak positif bagi kesehatan tanah. Bokashi akan membantu peningkatan jumlah mikroorganisme baik dan jumlah pori, menambah jumlah hara, kemampuan tanah mengikat air, dan seagainya. Pembuatan bokashi yang mudah, murah dan sederhana serta bersifat lestari (aplikasi satu kali dapat untuk beberapa periode tanaman) menjadikan bokashi solusi “ampuh” permasalahan kerusakan tanah.


Bokashi juga sangat cocok digunakan pada campuran media tanam pot di rumah. Dengan memberikan bokashi pada media tanam, maka kita tidak perlu repot-repot tiap waktu memberikan pupuk pada tanaman kita. Sama halnya dengan yang lain, dimana ada kelebihan pasti ada kekurangan bukan? Kekurangan bokashi yang sering menjadi masaah bagi petani adalah jumlah yang dibutuhkan sangat banyak, bahkan dalam satu hektar bisa membutuhkan 50 ton bokashi. Sebenarnya jika kita menghitung untung dan rugi jangka panjang pupuk kimia maka itubukanlah masalah besar, selain itu aplikasi 50 ton tersebut tidak harus diberikan dalam satu waktu serta pemanfaatannya tidak hanya dalam sekali periode tanam, bisa saja untuk beberapa kali periode tanam. Selain jumlah yang banyak, bokashi yang berasal dari kotoran hewan dianggap sering membawa patogen tular tanah dan OPT lain. Hal ini dapat diminimalisasi terjadi dengan adanya pengawasan selama proses pembuatan bokashi. Bagaimana? Bokashi solusi yang “ampuh” kan? Nah dengan penjelasan singkat ini, semoga bermanfaat bagi temen-temen ya. Sampai jumpa di urban farming edisi selanjutnya.